RUANG ABU-ABU
Aku masih ingat betul, pukul tujuh pagi memasuki ruangan
Duduk di pojokan lemas
Menggigit ujung jari cemas
Di depannya lagi ada meja untuk bertumpu, beban-beban yang sebenarnya angkat tangan
Jari-jariku melipat-lipat dan menekan-nekan
Keringat halus berjatuhan
Tetapi seperti enggan untuk tampil
Malu karena tak ingin terlihat gusar
Lalu dihadapannya ada sosok analisis
Ya, itu seseorang yang kami segani
Itu kontradiksi tetapi hatiku hendak berangkat
Belum lagi dada berdetak tak seperti biasanya
Disangka redam
Ternyata tidak kokoh bendungannya
Aku melihat ke arahnya dengan pelipis mataku
Ampun, ini di dalamnya sudah bergoncang angan
Hampir mati
Dia terlihat biasa saja, ringan
Tubuhnya santai
Terpaku dengan jelas
Tadinya aku masih berharap dia yang akan membangun narasi perjuangan
Namun kenyataannya
Aku hanya memanjangkan angan-angan
Komentar